TRILOGI GERAKAN : BELAJAR BERJUANG BERTAQWA

Bagi kita yang pernah aktif dalam organisasi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah Belajar, Berjuang dan Bertaqwa. Ya betul tiga kata singkat yang memiliki filosofi mendalam terkait garis perjuangan bagi pelajar NU tidak boleh lepas dari gerakan untuk senantiasa Belajar, Berjuang dan Bertaqwa.

Dalam realitanya Trilogi ini ternyata juga dapat kita implementasikan dalam keseharian kita dibidang apapun. Tugas utama seorang manusia tentunya adalah belajar. Belajar mengandung makna berproses untuk merubah dari ketidaktahuan menjadi pengetahuan, merubah ketidakmampuan menjadi kemampuan dan merubah dari ketidakpahaman menjadi pemahaman. Jangan pernah menyepelekan belajar karena hakikatnya, belajar bukan hanya tugas pelajar saja namun setiap manusia memiliki tugas untuk terus belajar sepanjang hidupnya sebagai bentuk manifestasi dari sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam : "Tuntutlah Ilmu dari Buaian Hingga ke Liang Lahat". Dalam analisa lanjutan, bahwa dikarenakan kita semua terlahir dalam "ketidaktahuan" maka proses untuk mencari tahu adalah sebuah identitas kita sebagai seorang manusia. Buya KH. Burhanuddin Marzuki pernah mengatakan kurang lebih seperti ini "Manusia yang berhenti untuk belajar adalah manusia yang telah kehilangan jati dirinya (identitasnya)".

Selanjutnya dalam konteks kekinian, dinamika kehidupan dan kemajuan akan teknologi saat ini memaksa kita untuk terus berkejaran dengan kemampuan kita dalam beradaptasi untuk mengimbangi dan menjadi bagian dari sebuah perubahan. Perubahan baik dari sisi kehidupan maupun pendidikan adalah sebuah keniscayaan yang tidak dapat kita hindari. Diam tertinggal atau lari untuk mengejar, mungkin itulah kalimat sederhana yang menggambarkan realita kita hari ini. Perubahan yang terjadi pada berbagai situasi memaksa kita untuk juga berubah dan mampu beradaptasi. Adapun cara yang paling ampuh untuk berubah adalah dengan terus belajar agar perubahan yang terjadi nantinya adalah perubahan yang baik dan terarah bukan asal berubah namun kita kehilangan marwah sebagai manusia. Perubahan yang disebabkan dengan belajar adalah sebuah konsekuensi dari proses yang baik maka akan berdampak pada hasil yang baik pula.

Selanjutnya adalah berjuang. Perjuangan juga menjadi bagian dari sebuah proses. Manusia yang berjuang adalah manusia yang sedang berproses. Tak perlu khawatir dengan hasil akhir, karena bagi seorang pejuang, berjuang adalah lebih dari sebuah hasil karena berjuang merupakan nilai luhur yang memiliki makna tanggung jawab kemanusiaan yang harus kita emban sebagai seorang manusia. Mahatma Gandi pernah berkata : "Ketika kita melangkah mungkin ada hasil mungkin juga tidak ada hasil, tetapi ketika kita tidak melangkah sudah pasti tidak ada hasil". Orang yang berjuang mungkin akan memenangi perjuangannya mungkin tidak tetapi ketika kita berhenti untuk berjuang maka sudah pasti kita tidak akan pernah memenangi apapun. Karena langkah pertama bagi seorang pemenang adalah berjuang.

Manusia adalah makhluk perjuangan. Kenapa demikian? karena setiap dari kita akan menempuh jalur perjuangannya masing-masing. Seorang ayah akan terus berjuang demi menafkahkan keluarganya. Seorang Ibu akan terus berjuang untuk membesarkan anak-anaknya. Seorang Guru akan berjuang untuk mendidik murid-muridnya. Seorang pegawai dan karyawan akan berjuang untuk menyelesaikan tugas dan kewajibannya. Seorang santri akan terus berjuang untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Semua akan berjuang dan terus berjuang sebagai konsekuensi logis dari peran sertanya menjadi manusia yang utuh dan bermartabat.

Bagian akhir dari Trilogi Gerakan diatas adalah Bertaqwa. Sebagai seorang muslim bagian akhir dari perjalanan spiritualnya adalah ketika kita mampu menjadi insan yang bertaqwa. Pribadi yang mampu untuk memanifestasikan kehidupannya agar dapat selalu menjalankan apa yang diperintahkan Sang Khaliq dan berusaha untuk selalu meninggalkan apa yang kemudian dilarang-Nya. Hal ini juga memiliki arti bahwa kita dipersilahkan untuk melakukan apa saja saat ini akan tetapi ada konsekuensi didalamnya yakni jangan sampai keluar dari definisi taqwa tersebut.

Sayyidina Ali Karramallahu Wajhahu pernah mengatakan bahwa "Kerjakanlah (apapun) untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya, dan kerjakanlah (apapun) untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati esok". Pada kalimat pertama, kita dipersilahkan untuk menaruh cita-cita dan harapan yang tinggi agar kemudian memberikan stimulus berupa motivasi untuk terus melakukan kerja-kerja cerdas untuk kehidupan kita saat ini, akan tetapi pada kalimat kedua kita juga diingatkan agar dalam beribadah atau sesuatu yang memiliki kaitan dengan akhirat kita bahwa seakan-akan kita akan meninggalkan dunia ini secepatnya, sehingga terkandung maksud bahwa ketika kita beribadah seperti shalat misalnya, jadikan satu keyakinan bahwa bisa jadi shalat yang kita kerjakan saat ini adalah shalat terakhir kita. Sehingga akan muncul kesadaran dalam diri kita karena ini adalah shalat terakhir maka kita akan melakukannya dengan penuh kekhusyu'an dan ketawadhu'an dihadapan Allah. Inilah yang kemudian akan menjadi penguat kita dalam membentengi diri agar tetap tunduk dan patuh kepada Allah SWT.

Pada akhirnya kita dihadapkan pada pilihan untuk maukah kita berusaha untuk terus belajar (dari apapun), berjuang (demi apapun) dan bertaqwa (dengan cara apapun) atau tidak ? yang mana pilihan itu akan membawa kita pada kesadaran akan layakkah kita kemudian disebut seorang manusia ? dan layakkah kita disebut sebagai seorang hamba ?. (HM)

Komentar